Terpusatnya jumlah penduduk indonesia di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9 persen dari luas keseluruhan daratan negara Indonesia menimbulkan berbagai ketimpangan. Hal ini disebabkan tidak meratanya pembangunan infrastruktur di wilayah lainnya.
Masalah demografi Indonesia masih diwarnai aneka persoalan. Tingginya jumlah penduduk, penyebaran yang tidak merata, piramida penduduk yang banyak didominasi usia muda, pengangguran, kesenjangan pembangunan, infrastruktur yang tidak merata, tingkat kesehatan, dan lainnya. Menurut Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), data kependudukan lndonesia telah mengalami peningkatan yang tajam hanya dalam waktu 39 tahun. Dalam waktu yang relatif singkat ini, populasinya telah berlipat dua kali lebih banyak yakni dari 97,02 juta jiwa hasil pada Sensus 1961, menjadi 201,242 juta jiwa pada Sensus 2000.
"BPS memperkirakan pada 2010 ini penduduk akan mencapai angka 234,2 juta jiwa," katanya. Masalah penduduk berkaitan dengan ketersediaan pangan dan lapangan kerja yang harus dipenuhi. Oleh karenanya, pertambahan penduduk yang tinggi bukanlah kabar yang menggembirakan. Ledakan penduduk harus dicegah jika ingin rakyat sejahtera. Selain masalah penduduk yang terpadat ke-4 di dunia, persoalan pengangguran memang menjadi problem yang belum tuntas sampai sekarang. Berdasarkan data Sensus Ketenagakerjaan Nasional (Sakemas) 2008, angka pengangguran mencapai 9,43 juta jiwa atau 8,46 persen. Ironisnya setiap tahun terjadi pertumbuhan angkatan kerja, yaitu ada 2,5 juta angkatan kerja baru dari lulusan sekolah dan perguruan tinggi. Angkatan kerja baru ini yang harus terserap oleh pasar kerja. Data statistik 2007 menyebutkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2,6 juta dari total 2,8 juta tenaga kerja tahun itu, yaitu 2,5 juta orang ditambah sisa angkatan kerja tahun 2006 sebanyak 300 ribu orang yang tidak terserap.
Penyebaran penduduk yang tidak merata juga menjadi masalah bagi pembangunan. Di satu sisi, Pulau Jawa mengalami kepadatan yang luar biasa, sedangkan di sisi lainnya banyak pulau yang penduduknya relatif jarang. Padahal Pulau Jawa luasnya hanya 6,9 persen dari luas daratan di Indonesia. Pada Sensus 1961 hingga 2000, penduduk Jawa mengalami penurunan dari 64,9 persen menjadi 59,3 persen. Namun penurunan ini tidaklah terlalu banyak dalam rangka mendukung pemerataan pembangunan.
Menurut Sosiolog Pembangunan dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Derajad Sulistyo Didhiharto, penurunan proporsi ini disebabkan rendahnya pertambahan penduduk alami di Pulau Jawa. Angka pertambahan penduduk alami di Jawa lebih rendah daripada di luar lawa, ditambah perpindahan penduduk dari Jawa ke luar pulau yang lebih besar daripada yang masuk. Jika dihitung kepadatan Pulau Jawa pada Sensus Penduduk 2000 sudah sangat padat. Kepadatan di pulau Jawa telah mencapai 870 jiwa per km persegi sedangkan di luar Pulau lawa kepadatannya baru mencapai 47 jiwa per km persegi. Tentu saja Sensus Penduduk 2010 akan semakin padat lagi populasinya.
Soal rendahnya migrasi menjadi masalah mengapa penduduk tidak banyak berubah. Hasil studi migrasi dari hasil Sensus 1971 menunjukkan bahwa hanya ada 4,8 persen penduduk Indonesia atau total 5.703.037 jiwa bertempat tinggal di provinsi yang berbeda dengan provinsi di mana mereka dilahirkan [lifetime migrants). Namun angka ini naik 7 persen pada 1980 menjadi 10,1 persen pada 2000. Ketika itu, rendahnya mobilitas karena penduduk masih menetap pada sektor pertanian dan terikat pada lahan mereka yang masih luas. Namun pada saat ini, fenomena migrasi tampaknya akan terlihat jelas pada sensus mendatang. Karena, generasi kini jarang yang ingin menjadi petani seperti orang tua mereka. Mereka ingin mengadu nasib di kota dengan modal pendidikan yang lebih baik.
Dorongan ini juga dipicu oleh semakin sempitnya lahan persawahan. Setelah dijual dan dibagi-bagi dan kepada beberapa saudara mereka lahan menjadi sempit dan tidak lagi mendukung kebutuhan hidup setiap bulannya. "Mereka berani untuk meninggalkan desa karena sudah tidak lagi menjanjikan," katanya. Derajad juga mengatakan mereka berani mengadu nasib ke kota juga dipicu oleh rendahnya pembangunan. Hanya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya saja terdapat banyak industri dan perdagangan. Akibatnya, penduduk hanya menumpuk di daerah itu tanpa pernah menyebar secara merata hingga ke daerah yang membutuhkan banyak sumber daya manusia.
Dari segi piramida penduduk Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah usia 9 tahun ke bawah sudah mulai berkurang. Hal ini penurunan jumlah angka kelahiran. Menurut Derajad, kekhawatiran adanya baby booming tidak perlu dirisaukan. Pasalnya, sekarang ini kesadaran untuk membatasi kelahiran sudah ada pada masyarakat. Namun hal ini lebih disebabkan karena tekanan ekonomi. Biaya hidup dan pendidikan yang tinggi membuat orang tidak ingin memiliki anak banyak seperti dulu. "Orang menjadi berpikir dua kali untuk menambah anak, sehingga lebih memilih nuclear family ketimbang expanded family" katanya.
Persoalan Infrastruktur-Infrastruktur merupakan masalah yang menghambat investasi di Indonesia, lihat saja bagaimana prasarana air bersih, sanitasi, irigasi, jalan raya, yang menjadi prasyarat pertumbuhan ekonomi masih sangat minim. Menurut laporan World Competitiveness 2008-2009 menunjukkan pembangunan infrastruktur di Indonesia masih belum mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pembangunan insfrastruktur, menurut Derajad, harus terus dilakukan agar daya saing Indonesia meningkat di mata dunia.
Masalah lain dalam demografi Indonesia adalah rendahnya tingkat kesehatan masyarakat Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Singapura, Brunei, Malaysia, dan Filipina, Indonesia berada dalam urutan nomor buncit.
Rendahnya indeks kesehatan Indonesia dilihat dari masih tingginya angka kematian ibu, usia harapan hidup, dan angka kematian balita. Dari enam negara yang disurvei, angka kematianibu di Indonesia mencapai 380 dari 100 ribu kelahiran. Angka kematian bayi 45 per 1000 kelahiran hidup. Menurut WHO, usia harapan hidup di Indonesia meningkat dari usia 60 tahun pada 1990 menjadi usia 68 tahun pada 2006. Usia harapan hidup laki-laki Indonesia pada tahun 2006 meningkat sebesar 11,86 persen, dari usia 59 tahun pada 1990 menjadi usia 66 tahun pada 2006. Pada perempuan meningkat sebesar 11,33 persen, dari usia 61 tahun 1990 menjadi usia 69 pada 2006.
Rendahnya indeks kesehatan Indonesia dilihat dari masih tingginya angka kematian ibu, usia harapan hidup, dan angka kematian balita. Dari enam negara yang disurvei, angka kematianibu di Indonesia mencapai 380 dari 100 ribu kelahiran. Angka kematian bayi 45 per 1000 kelahiran hidup. Menurut WHO, usia harapan hidup di Indonesia meningkat dari usia 60 tahun pada 1990 menjadi usia 68 tahun pada 2006. Usia harapan hidup laki-laki Indonesia pada tahun 2006 meningkat sebesar 11,86 persen, dari usia 59 tahun pada 1990 menjadi usia 66 tahun pada 2006. Pada perempuan meningkat sebesar 11,33 persen, dari usia 61 tahun 1990 menjadi usia 69 pada 2006.
Indikator kesehatan yang merupakan representasi kerja sama global dalam Millennium Development Goals (MDGs) yang harus terus ditingkatkan peringkatnya terhadap negara lain, sekaligus sebagai tolok ukur pencapaian Indonesia atas negara lain.
Jadi dapat di simpulkan terpusatnya jumlah penduduk indonesia di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9 persen dari luas keseluruhan daratan negara Indonesia menimbulkan berbagai ketimpangan. Tingginya jumlah penduduk, penyebaran yang tidak merata, piramida penduduk yang banyak didominasi usia muda, tingginya angka pertumbuhan pengangguran, kesenjangan pembangunan, infrastruktur yang tidak merata, tingkat kesehatan, dan lainnya. Dalam waktu yang relatif singkat ini, populasinya telah berlipat dua kali lebih banyak yakni dari 97,02 juta jiwa hasil pada Sensus 1961, menjadi 201,242 juta jiwa pada Sensus 2000. Selain masalah penduduk yang terpadat ke-4 di dunia, persoalan pengangguran memang menjadi problem yang belum tuntas hingga sekarang. Di satu sisi, Pulau Jawa mengalami kepadatan yang luar biasa, sedangkan di sisi lainnya banyak pulau yang penduduknya relatif jarang. Angka pertambahan penduduk alami di Jawa lebih rendah daripada di luar lawa, ditambah perpindahan penduduk dari Jawa ke luar pulau yang lebih besar daripada yang masuk. Hasil studi migrasi dari hasil Sensus 1971 menunjukkan bahwa hanya ada 4,8 persen penduduk Indonesia atau total 5.703.037 jiwa bertempat tinggal di provinsi yang berbeda dengan provinsi di mana mereka dilahirkan [lifetime migrants). Persoalan Infrastruktur Infrastruktur merupakan masalah yang menghambat investasi di Indonesia, lihat saja bagaimana prasarana air bersih, sanitasi, irigasi, jalan raya, yang menjadiprasyarat pertumbuhan ekonomi masih sangat minim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar